Seorang lelaki berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Saat menyusuri jalanan sepi, kakinya terantuk sesuatu. Ia membungkuk dan menggerutu kecewa. "Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok".
Meskipun
begitu ia membawa koin itu ke bank. "Sebaiknya koin ini dibawa ke
kolektor uang kuno", kata teller itu memberi saran. Lelaki itu membawa
koinnya ke kolektor. Beruntung sekali, koinnya dihargai Rp.500 ribu.
Lelaki itu begitu senang. Saat lewat toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu obral. Dia pun membeli kayu seharga Rp. 500 ribu untuk membuat rak buat istrinya. Dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Dalam perjalanan dia melewati perumahan. Seorang wanita melihat lemari yang indah itu dan menawarnya Rp. 10 juta Lelaki itu ragu-ragu. Si wanita menaikkan tawarannya menjadi Rp. 15 juta. Lelaki itupun setuju.
Saat sampai di pintu desa, dia ingin memastikan uangnya. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai Rp. 15 juta.
Tiba-tiba seorang perampok datang, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istrinya kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya dan bertanya, "Apa yang terjadi?. "Engkau baik-baik saja kan? Apa yang diambil perampok tadi?"
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, "Oh bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi".
Bila kita sadar, kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?
Sebaliknya, sepatutnya kita bersyukur atas segala yang telah kita miliki, karena ketika datang dan pergi kita tidak membawa apa-apa. Menderita karena melekat. Bahagia karena melepas. Karena demikianlah hakikat sejatinya kehidupan, apa yang sebenarnya yang kita punya dalam hidup ini?
Tidak ada, karena bahkan napas kita saja bukan kepunyaan kita dan tidak bisa kita genggam selamanya.
Hidup itu perubahan dan pasti akan berubah.
Saat kehilangan sesuatu, kembalilah ingat bahwa sesungguhnya kita tidak punya apa-apa. Jadi "kehilangan" itu tidaklah nyata dan tidak akan pernah menyakitkan. Kehilangan hanya sebuah tipuan pikiran yang penuh dengan ke"aku"an. Ke"aku"an itulah yang membuat kita menderita.
Rumahku, hartaku, istriku, suami ku, anakku. Lahir tidak membawa apa-apa, meninggal pun sendiri, tidak bawa apa-apa dan tidak ngajak siapa-siapa.
Pada waktunya "let it go", siapapun yang bisa MELEPAS, tidak melekat, tidak menggenggam erat, maka dia akan BAHAGIA dan akan menjadi milik kita abadi saat kita siap membaginya.