Laku spiritual niscaya mendatangkan perubahan pada diri. Perubahan
ini, laksana peristiwa metamorfosa dari ulat menjadi kupu-kupu. Dimana
ada momen sang ulat menjadi kepompong dulu, lalu pada waktunya menjadi
kupu-kupu yang berwarna indah dan bisa terbang kesana kemari. Dengan
laku spiritual yang sejati, seseorang dibawa kepada metaformosa menuju
keindahan dan kecemerlangan sesuai cetak birunya.
Proses
metamorfosa ini, tentu saja kadang terasa tidak mudah bagi yang
menjalani. Terlebih bagi seseorang yang selama hidupnya telah kadung
tenggelam dalam pola nalar, pola merasa dan pola tindakan yang serba
tidak pas. Ketidaktepatan laku pada masa silam tentunya membawa dampak
pada keadaan raga dan hidup saat ini. Proses pemulihan dan penataan
raga juga hidup, bisa terasa tidak nyaman bahkan menyakitkan.
Salah satu perubahan pada siapapun yang menjalani laku spiritual yang
sejati adalah perubahan pada tatanan energi didalam raga. Bagi yang
sebelumnya terbiasa melakukan ritual atau laku tertentu yang mengubah
konstelasi atau susunan keadaan energi di dalam diri menjadi tidak
sewajarnya, daya kosmik paling murni bekerja memulihkan dan
mengembalikan pada kewajaran.
Agar
lebih jelas menyangkut perkara ini, perlu diurai terlebih dahulu
menyangkut bentuk-bentuk energi yang mungkin bisa diakses manusia. Pada
prinsipnya, semua energi bermula dan bersumber dari Realitas Tertinggi,
yaitu Gusti Yaktining Hurip. Namun, ada pengaturan kosmik mengenai
jatah energi bagi setiap titah hurip atau keberadaan. Jatah manusia
adalah energi yang memang muncul dari raganya sendiri. Energi yang
paling murni bersumber pada telenging manah. Inilah energi spiritual,
energi ruh, atau divine energy pada diri manusia. Keterhubungan dengan
energi ini menegaskan posisi manusia sebagai makhluk spiritual atau
sebagai titah urip yang paling sempurna mengejawantahkan keberadaan
Gusti.
Selain itu, di dalam diri manusia, bisa muncul energi dari
proses metabolisme tubuh. Inilah energi yang biasa dipergunakan
manusia untuk bergerak, berpikir, bekerja, dan dinamai energi fisik.
Baik berada dalam kesadaran spiritual maupun tidak, manusia pasti selalu
mendapatkan pasokan energi ini untuk hidup melalui proses hambegan atau
bernafas, makan, minum dan tidur. Selama organ-organ vital tidak
mengalami kerusakan parah, manusia yang terus hambegan, makan, minum dan
tidur, niscaya akan tetap bisa hidup di Planet Bumi ini. Namun, energi
fisik seperti ini, semakin besar ketika manusia mengolah raganya,
seperti dengan push up, angkat beban, dan semacamnya.
Energi lain
yang mungkin ada pada diri manusia adalah apa yang dikenal sebagai
tenaga dalam. Ini adalah energi yang pusatnya ada di titik di bawah
pusar dan di atas kemaluan. Energi tipe ini muncul ketika manusia
melakukan pengolahan hambegan. Sebagai contoh, dengan membiasakan
pengaturan hambegan segitiga: tarik nafas dalam 8 hitungan, tahan nafas 9
hitungan, dan keluarkan nafas 7 hitungan. Dengan energi ini manusia
bisa melakukan berbagai perkara yang tidak bisa dilakukan sekadar dengan
mengandalkan energi dari makan dan minum. Sebagai contoh, dengan
memiliki tenaga dalam, manusia bisa mematahkan sebilah besi dengan
tangan, atau mengangkat barang yang sangat berat. Bisa juga berjalan
sangat cepat sampai memperingan tubuh sehingga bisa seperti terbang.
Energi seperti ini, biasa dimiliki para praktisi bela diri dari beragam
aliran.
Energi lain pada diri manusia adalah kundalini yang
bersumber di ujung tulang ekor. Energi ini mengalir melalui saluran
tulang sumsum. Energi ini pada manusia umumnya bersifat potensial.
Bahasa populernya, belum aktif. Sekalipun kata belum aktif ini juga
tidak pas. Karena kundalini ini sebagai salah satu energi hidup,
bagaimanapun pasti telah aktif, hanya intensitasnya atau kepejalan
energinya pada setiap orang bisa berbeda sesuai dengan cetak biru dan
laku hidupnya. Melalui laku semedi atau meditasi, juga yoga, energi
kundalini bisa ditingkatkan intensitasnya. Kebangkitan energi kundalini
bisa membawa sensasi fisik dan metafisik, dan mungkin juga memunculkan
kekuatan-kekuatan yang tidak umum pada manusia.
Energi berikutnya
adalah energi otak, energi pikiran, atau mind power. Sumbernya adalah
otak, dan lebih spesifik lagi adalah pineal gland. Energi kategori ini,
bisa ditingkatkan intensitasnya melalui meditasi dengan fokus pada
pinal gland dan mata ketiga (perangkat semacam teleskop yang berada di
kening, di antara dua mata, yang terhubung langsung dengan pineal
gland). Tradisi lain adalah Neuro Linguistik Programming dan hipnotis.
Ini adalah cara memberdayakan mind power melalui pengaturan bahasa.
Teknik yang bisa digunakan adalah sugesti, visualisasi kreatif,
penjangkaran, dan semacamnya. Dengan energi ini, seseorang bisa saja
mengubah energi menjadi materi yang pejal. Apa yang semula hanya muncul
dalam imajinasi, ketika dialirkan emosi dan energi kepadanya, itu bisa
menjadi kenyataan yang bergatra. Dengan energi ini, seseorang bisa juga
mempengaruhi orang lain bahkan mengendalikan orang lain.
Berbagai energi sebagaimana diuraikan di atas, ada karena memang ada
perangkatnya. Itu merupakan bagian dari keberadaan manusia. Siapapun
yang menyadari dan melakukan tindakan-tindakan untuk mengaksesnya, pasti
bisa memiliki dan mendayagunakannya. Maka, tumbuhnya berbagai tradisi
yang membawa manusia bisa memiliki tenaga fisik, tenaga dalam, kundalini
maupun mind power yang semakin besar, adalah sebuah kewajaran.
Namun yang perlu menjadi catatan adalah, energi fisik, tenaga dalam,
kundalini maupun mind power, memiliki sisi rentan tersendiri.
Energi-energi itu bisa dipergunakan sesuai arahan dari nalar, mengikuti
hasrat pribadi. Maka, siapapun yang bisa menguasai salah satu atau
semua energi itu pada tataran yang lebih besar ketimbang orang
kebanyakan, sangat mudah tergelincir pada sikap kumalungkung atau merasa
hebat. Dan lebih jauh, ketika ambisi dan keserakahan ikut
mempengaruhi, sangat mungkin manusia menggunakan energi yang dimilikinya
untuk melakukan tindakan-tindakan yang merusak harmoni kehidupan.
Lebih dari itu, energi fisik, tenaga dalam, kundalini maupun mind
power, tidak bisa memastikan manusia untuk sampai pada kesadaran akan
kejumbuhan dengan Gusti. Juga tidak bisa memastikan keterhubungan yang
penuh dengan Gusti sehingga manusia bisa mengerti apa yang menjadi
tuntunan dan pesannya. Maka, berbagai energi itu juga tidak bisa
diandalkan ketika tujuan manusia adalah mencapai kamuksan atau
sampurnaning hurip.
Laku Menuju Kesempurnaan
Yang bisa
memastikan kamuksan atau sampurnaning hurip adalah penyadaran terhadap
energi murni yang berpangkal di telenging manah. Energi yang tumbuh dan
mengalir seiring keterhubungan dengan rasa sejati ini, membawa manusia
pada kondisi kejumbuhan dengan Hingsun, sehingga pengetahuan dan daya
yang dipancarkannya adalah daya Hingsun. Pengetahuan dan daya Hingsun
ini karakternya selalu membawa harmoni. Siapapun yang prioritas
hidupnya adalah terhubung dengan energi ini, kehidupannya niscaya
membawa harmoni. Daya yang dimiliki tidak bisa dipergunakan untuk
merusak harmoni semesta. Ringkasnya, walau daya Hingsun adalah daya
tertinggi dan terbesar di jagad ini, manusia yang telah bisa
mengaksesnya justru tetap mesti rendah hati. Karena kesombongan justru
menutup akses terhadap energi ini. Demikian juga niatan atau
tujuan-tujuan destruktif yang muncul di benak. Itu pasti mengunci
akses.
Dengan laku spiritual yang menghubungkan diri dengan pusat
energi murni di dalam diri, raga dikembalikan kepada pengaturan semula,
sebagaimana ketika pertama kali dilahirkan. Ini tentunya wajar ketika
menimbulkan rasa sakit pada raga. Karena ada tatanan yang dirubah,
bahkan mungkin juga ada beberapa struktur energi di dalam diri yang
tidak selaras dihancurkan terlebih dahulu.
Sebenarnya, dengan
menjalankan laku tersebut, apapun kuasa yang bisa dimunculkan melalui
pengaksesan berbagai bentuk energi lain itu, bisa muncul juga. Dengan
catatan, selama itu memang dibutuhkan dalam rangka penunaian tugas
pribadi yang selaras cetak birunya. Sehingga sebenarnya cukuplah
seseorang menjalankan laku kemurnian, plus berolahraga sewajarnya.
Laku Spiritual Menuju Kesempurnaan Hidup